Assalamualaikum,
Dengan pura-pura
kesurupan, saya bisa pastikan tidak akan ada Jaksa KPK yang berpikir untuk
membawa dukun sebelum persidangan.
Melihat sidang kasus korupsi e-KTP terdakwa Papah Setya
Novanto di PN Tipikor, Rabu (13/12/2017) kemarin, rasanya kok seperti mendengarkan sepasang kekasih yang sedang ribut di
acara nikahan teman, ya? Senyap di tengah keramaian, gitu.
Ceritanya si cewek ini sudah kebelet nikah, tapi si cowok
sedang ingin menikmati masa mudanya dulu. Duh, berat. Saya yakin, tipe cowok inilah
yang sanggup memahami perasaan Yang Mulia Hakim Yanto yang berjam-jam dicuekin,
berasa seperti ngobrol dengan tembok.
“Sayang, kamu kenapa?”
kata si cowok.
Hening.
“Kamu pengen nikah
ya?”
Masih hening.
“Benar nama anda Siti?
Lahir di Bandung? Umur 23 tahun?”
Eh, si cewek tiba-tiba minta izin ke toilet. Diare katanya. Tapi
dalam lubuk hatinya yang terdalam, si cewek menggerundel: huh, dasar cowok nggak peka!
***
Barangkali itu pula yang dirasakan Papah Setnov dalam
persidangan kemarin. “Saya ini sedang sakit,
kok nggak ada yang peka, sih!” mungkin itu isi pikiran beliau, sehingga
suasana persidangan jadi diselimuti awan keheningan. Kasihan.
Lebih kasihan lagi, Papah Setnov justru dianggap
berpura-pura sakit oleh para JPU (Jaksa Penuntut Umum). Jaksa Irene Putri
seperti sudah berpikir selangkah lebih maju. Sudah menyiapkan dokter jauh
sebelum diminta, tahu juga kalau ternyata Papah Setnov sebenarnya tidak
bolak-balik ke toilet dua puluh kali pada malam sebelum persidangan. Tapi hanya
dua kali pada pukul sebelas dan pukul dua tiga puluh pagi. Kemudian sembari
tersenyum beliau berkata, “Kami memikmati apa yang dilakukan terdakwa. Dan
skenario yang dilakukan terdakwa sudah kami pikirkan sebelumnya.”
Sedap!
Tuh, kurang perhatian apa coba? Wajarlah kalau Papah Setnov
dianggap melakukan malingering oleh banyak pihak.
Hah, malingering? Penyakit
apa itu? Apakah ini semacam penyakit yang hanya diderita oleh para maling?
Oh, tentu saja bukan. Malingering adalah
penyimpangan perilaku seseorang yang dengan sadar membuat gejala palsu untuk
mendapatkan keuntungan tertentu. Seperti mendapatkan obat, menghindari hukum,
mendapatkan tempat penginapan, dll. Di samping keluhan fisiknya, mereka
biasanya mengelak dan tidak kooperatif selama pemeriksaan, atau pengobatan, dan
mereka menghindari prosedur medis. Itu yang saya baca dari Buku Saku Psikiatri karya David A Tomb.
Belum lagi kalau ditambah paparan seorang psikolog forensik,
Reza Indragiri yang saya lihat lewat mas Yousube. Beliau mengungkapkan bahwa modus
malingering ini memang terbukti ampuh
dan telah dibuktikan dengan data statistik. Dari sekian banyak terdakwa yang diduga malingering, hanya tujuh belas persen
yang sanggup dibongkar kebohongannya oleh Majelis Hakim. Pantas saja, dengan begitu, predikat
“jago akting” pun bakal jadi julukanmu sekarang, pah.
Tapi kalau saya sendiri, tidak pernah bilang kalau Papah
Setnov itu pura-pura sakit, loh. Hanya
merasa aneh saja. Ngakunya mencret, tapi
kok malah tidak bisa ngomong. Ini hubungannya apa ya?
Saya ini sudah berkali-kali menceret semasa hidup, dan
silahkan tanyakan pada setiap orang yang pernah menceret juga. InsyaAllah
sependapat. Dimana-mana, orang menceret itu justru ngomong lebih lancar, cepat,
dan malah terasa lebih bersemangat dari orang yang sehat! Percayalah. Contohlah
begini:
“Benar nama anda Setya Novanto?”
“Yak!”
“Umur 62 tahun?”
“Tul!”
“Lahir di Bandung, tang...”
“Aduh, cepetan dong! Saya mau ke toil...!” seketika sebuah
suara PRETT terdengar begitu keras,
disusul bau menyengat menyelimuti ruang sidang, “AHH. SAYA SUDAH KECEPIRIT,
NIH!!!”
Itu baru namanya mencreters
sejati.
Jadi kalau boleh saya simpulkan, ternyata Papah Setnov itu masih
newbie masalah mencret-memencret. Padahal tadinya saya sempat kagum juga. Saya
kira para pejabat itu cuma bisa terkena penyakit elit macam stroke, diabetes,
jantungan, dan sudah kebal dengan penyakit kelas bawah. Ya, seperti menceret
ini.
***
Sebab itulah kalau saya boleh memberi saran pada Papah
Setnov, janganlah pura-pura sakit, tetapi pura-puralah kesurupan. Pastilah
jalannya sidang akan jauh lebih keren!
Saya sudah merenungkannya sejak lama. Sebenarnya banyak
modus pura-pura lainnya untuk menghindari hukum dan jauh lebih efektif daripada
pura-pura sakit. Ada modus pura-pura amnesia ala Fitri Tropica, ada juga pura-pura mati ngambang ala Raditya Dika.
Tapi, setelah dilihat-lihat lagi, modus pura-pura kesurupan ini
sepertinya modus yang paling cocok deh,
buat Papah Setnov. Sebab kata mbah
saya, setan itu suka sama orang yang melamun terus. Nah, mirip sekali dengan Papah
Setnov sewaktu sidang kemarin. Pasti Majelis Hakim bakal percaya!
Dengan pura-pura kesurupan pun, saya bisa pastikan tidak
akan ada Jaksa KPK yang berpikir untuk membawa dukun sebelum persidangan.
Sehingga ketika ditanya oleh Hakim:
“Benar anda Setya Novanto?”
“HRRMMM, BUKAN..... SAYA MBAH GONDRONGGG!!!”
Semua orang seketika kalap, sidang pun ditunda dengan begitu
cepatnya. Dokter yang dipersiapkan JPU semuanya speechless karena kesurupan itu di luar kompetensi mereka. Nah, sukses
kan, pah!
Simpel, efisien, tidak perlu memakan waktu belasan menit
beserta sandiwara cuek ala ‘adek
minta nikah’ segala. Para jamaah mas Yousube dan kreator meme pun tak perlu
menghabiskan banyak kuota untuk bahan berkreativitas. Pokoknya semua pihak
menang!
Saran terakhir saya buat papah Setnov, daripada meratapi
diare, lebih baik buat diary saja,
pah. Bisa berupa blog, atau sekalian channel vlog selama di rutan. Kalau
berkirim surat terus dengan kolega di DPR, dijamin lama-lama pasti membosankan.
Tapi kalau buat diary dan jumlah viewers-nya bisa menyamai orang-orang yang
melihat video sidang Papah Setnov, pasti bakal lumayan banget, tuh pendapatan
dari endorse dan iklan yang
dihasilkan.
Alhasil, selamat berjuang untuk Papah Setnov. Ditunggu akting
kesurupan di persidangan berikutnya!
0 komentar:
Posting Komentar