MCLE Studio merupakan perusahaan desain underground yang telah banyak dipercaya warga Kota Atlas dalam urusan desain grafis.
Kecepatan, harga Terjangkaudan Fleksibilitas menjadi senjata utama MCLE Studio dalam menjalankan bisnisnya. Kirim materi hanya lewat e-mail, bahkan mengantarkan barang pesanan ke seluruh Semarang pun kami sanggup.
Kesanggupan pengerjaan mencakup: Fotografi, Banner, MMT, X- Banner, ID Card, Poster, Pamflet, Kartu Pelajar, Kartu Nama, Undangan, Layout Buku, Cover Buku dan Desain Logo.
Alamat:
- Jl. Wonomulyomukti, Pedurungan
- Gedung UKM Unnes lt.2
Contact Person: Aziz Momon
085713078295
azeezrahardyan@gmail.com
Hoah, akhirnya bisa nulis cerita riddle lagi setelah berlelah-lelah dengan berita dan artikel. Ya, beberapa waktu lalu ane emang lagi sibuk ngurus kuliah dan kerjaan. Ya, udah tau kan? Ane ini mahasiswa, aktivis, sekaligus kontributor di teknowire.com. (Sory, malah pamer dikit :O)
Sebenarnya maunya sih sambil nulis cerita terus. Tapi mau bagaimana lagi ya sob, pekerjaan terkadang tuh emang bisa membingungkan kita. :f
Seperti biasa, cerita riddle kali ini punya satu benang merah bernama 'riddle bingung'. Ane namain kayak begitu, sebenarnya karena ane aja yang bingung sih, mau dinamain kayak gimana lagi. :D
Enggak-enggak. Sebab ketiga kisah dibawah bercerita perihal orang-orang yang kebingungan pada kejadian yang menimpanya. Walaupun mempunyai sudut pandang yang berbeda, tetapi yang pasti ketiganya mempunyai dasar cerita yang sama: Bingung. :f
So, bagi kamu yang udah nunggu lama, silahkan disimak. :L Terimakasih juga karena sudah menjadi pembaca setia Riddle dari AjaibbinLadden. Thanks ya.. ;)
Aku Bingung:
Beberapa orang bilang, aku ini sudah tidak waras lagi. Mungkin karena itulah aku berada di ruangan yang putih dan sangat polos ini.
Yah, walaupun ini adalah kamarku sendiri, tapi entah kenapa barang-barang di dalamnya sudah dipindahkan semua. Yang ada hanya kasur, kaskus dan wastafel. Yang membuatku heran, semuanya putih polos, bahkan kaca wastafel pun tak ada! Sial!
--kraaaaaaakkkkk— tiba-tiba pintu kamar terbuka. Adikku keluar dari sana.
“Kak, ini makan dan obatnya,” kata adik lelaki yang sangat kusayangi ini.
“Kau sudah sembuh, di?”
“Ah, sudahlah. Tak usah terlalu dipikir. Kau cepat pulih saja agar kita bisa balapan lagi. Ayo dimakan!” katanya sembari tersenyum.
“Hah, tentu saja, tak ada pembalap Rally manapun yang bisa mengalahkan kita bila kita bersama. Hahahaha,” kataku dengan lantang.
“Hahahaha, percaya dirimu itu memang tak pernah luntur ya kak. Aku jadi bingung mau bilang apa,”
Kita berdua tertawa sejenak sambil berusaha mengambil makananku. Tapi kenapa sangat sulit. Aku mencoba begitu keras. Tetapi aku justru tak bisa bergerak! Ah, ternyata tanganku terikat! Ah! Apa ini!
--kraaaaaaakkkkk— tiba-tiba pintu kamar terbuka lagi. Pria berbaju putih keluar.
Yang kuingat, aku hanya berteriak-teriak histeris tanpa sebab. Aku pun tak tahu mengapa?
Tapi aku cukup ingat pada beberapa hal. Biasanya pria berbaju putih itu akan membawa dua pria berbaju putih lain untuk membalikkanku dan menyuntikan sesuatu. Sakit.
Tapi tak apa. Walupun sedikit sakit, yang penting aku bisa terbangun dan bisa balapan lagi.... Dengan adikku.......
Kemana sang Petualang?:
Sudah lama aku menjadi pejaga base camp di kaki gunung ini. Tetapi rasanya belum pernah ada kejadian yang lebih aneh dari kejadian setahun silam. Tepat pada tanggal ini.
Aku masih ingat betul, awalnya tak ada yang aneh di hari itu. Basecamp lumayan ramai, ada lima sampai enam rombongan pendaki. Tetapi belum banyak yang naik, sebab mereka masih ragu melihat kondisi cuaca yang mendung.
Saat itulah Bondan datang. Dengan penampilan seperti biasa, rambut cepak, tas carrier sedang membalut tubuhnya yang mengembang diiringi senyum yang menyenangkan.
“Hai Jo!!” Bondan melambai padaku. Kita berbincang sejenak mengenai banyak hal. Bahkan curhat mengenai cewek atau perkembangan pekerjaannya sebagai pegulat amatir di TV. Maklum, dia memang berlatih fisik dengan cara mendaki gunung ini. Bila dihitung-hitung, mungkin Bondan hampir selalu kemari setiap minggu.
“Masih mendung brey. Ntar dulu lah,”
“Halah, macam kau tak tahu aku aja, aku kan sudah tahu tiap inchi gunung ini. Tenang lah, ” katanya bersiap sambil berlalu.
Yah, toh aku juga tak punya hak untuk melarangnya. Kemudian aku mengambil inisiatif saja untuk mengurusi pendaki lain, dan berkata singkat padanya, “Yoi, terserah lo deh.”
Aku tak pernah menyangka itu bakal jadi kata-kata terakhirku untuk Bondan…
Sebab setelah itu datang seorang dengan carrier besar dan masker di mulutnya. Dia tak banyak omong, langsung mendaki setelah registrasi. Itu yang pertama yang kucurigai.
Kemudian datang seorang lagi. Berbadan besar dan tampangnya mengerikan. Mempunyai tato di lengannya, ‘Fight2Dead’. Itu orang kedua yang kucurigai.
Sebab dua hari kemudian, seseorang bermasker turun sembari membawa carrier besar yang penuh sesak. Baunya amis.
Dia melakukan registrasi turun dengan sangat cepat. Ah, sayangnya aku masih mengantuk sampai-sampai hanya bisa berkata-kata melantur saja. Yang pasti, aku begitu yakin, bahkan sangat yakin kalau tatonya itu ‘Fight2Dead’.
“Sepertinya ada sesuatu yang tertinggal di atas, Jo,” dia bilang begitu padaku. Aku masih juga melantur.
Benar saja. Setelah melakukan pengecekan ke atas, carrier dan peralatan Bondan ditinggalkan di bawah pohon besar di tengah hutan. Tasnya tertutup, penuh, tetapi peralatannya masih tercecer berantakan di luarnya. Aku tak berani membukanya, tak berani. Sebab kupikir isinya adalah potongan tubuhnya atau kepalanya atau hal menjijikan lain.... Tapi setelah dibuka, ternyata hanya peralatannya saja yang masih di packing rapi di dalam tas carrier.
Hingga kini pencarian atas jenazah Bondan, pegulat yang dikabarkan meninggal dalam gunung ini masih menjadi misteri. Entah bagaimana menjelaskannya, aku benar-benar bingung. Apalagi setelah menonton acara gulatnya, teman-temannya dari tim lain pun masih merasakan kehilangan atas gelarnya sebagai anggota terkuat yang pernah ada. Hmmm, dia ternyata terkenal juga ya.
Pahlawan dan Pencuri:
Disinilah aku berada, depan pagar rumah terbesar di sudut kota Monville. Gelap, usang, sepi, rumah yang sudah setahun ditinggal pemiliknya. Walau begitu, kegagahannya masih terasa betul sebagai bekas rumah orang terkaya seantero kota.
Aku masih menunggu seseorang. Mr. Lenox sang pemilik rumah. Dia kebetulan berkunjung lagi ke rumah lamanya sejak tragedi mengerikan setahun lalu, tepat di tanggal ini.
“Dari koran ya?” Itu kata Mr. Lennox setelah melihatku setia menunggunya di depan pagar. Pria tua ini berjalan membungkuk dengan bunga di tangannya. Aku hanya bisa mengangguk.
Mr. Lennox merupakan seorang yang enak dan supel. Benar saja, baru sebentar kita saling berkenalan, dia sudah bercerita panjang lebar perihal kehidupannya, perjuangan bisnisnya, termasuk tragedi setahun lalu di rumah ini. Ya, sebenarnya memang karena itulah aku berada di rumah ini.
“Jadi ada dua tokoh utama pada hari itu, kita sebut saja kedua tokoh ini pahlawan dan pencuri.” kata Mr. Lennox mengawali cerita.
Setahun yang lalu, Mr. Lennox sedang dalam perjalanan menghadiri acara amal di beberapa tempat. Waktu itu Mr. Lennox memang dikenal sangat dermawan. Sebab dia pernah mempunyai penyakit gula yang parah dan nyaris meninggal dunia. Hanya keberuntungan yang bisa menyelamatkannya. Dia pun mulai memberikan segala yang dipunyainya pada orang lain.
Naas, malam disaat dia pergi, seseorang bertopeng masuk ke dalam rumahnya. Ny Sarah Lennox sendirian di rumah. Seseorang bertopeng itu membawa hand-gun mini yang dia tembakkan tepat di uluh hati Ny. Sarah lewat perkelahian sengit. Tapi sial bagi si topeng, dia terperosok didorong Ny Sarah dari balkon kamarnya.
Setelah diidentifikasi, ternyata seorang wanita cantik berada di balik topeng tersebut. Yakni Miss Jean Lita, seorang tunawisma dari Cheerbrook. Kesehariannya sebagai florist di daerah tersebut. Dia masih sangat muda dengan rambut ikal dan panjang.
Ya, kalimat diatas adalah penggalan dari berita yang kutulis sebagai laporan ke redaksi setahun lalu. Laporanku terbit dan berita tersebut berhasil menjadi berita paling panas yang bertahan beberapa minggu.
Tak kusangka ternyata aku benar-benar melakukan kesalahan fatal.
“Ya, sejak saat itulah dia kuanggap sebagai pahlawanku,” kata Mr. Lennox datar. Menaruh bunga di depan rumahnya. Bersujud, memberi tanah dibawahnya kecupan hangat, dan merintih dalam tangisan lirih.
“I love you Jean,” katanya dengan sangat lirih.....
Hoaaah. Aduh, aku malah jadi bingung mau menulis laporan ini menjadi seperti apa.